Sudah
tiga bulan belakangan ini saya dikontrak sebagai surveyor lepas sebuah proyek pemerintahan. Sebagai seorang freelancer budiman, saya pun bersedia untuk
diutus terjun ke lapangan dan melakukan survei di beberapa lokasi di penjuru Indonesia.
Biasanya, saya beserta satu orang partner harus mengunjungi lokasi tersebut dengan
waktu survei kurang lebih empat hari, di mana dalam waktu itu saya harus
berkeliling ke kantor dinas, ke lokasi pembangunan proyek, dan pastinya meluangkan
waktu satu-dua hari buat menjelajah. Gara-gara kerjaan ini, saya pun berhasil
menyelesaikan 16 provinsi untuk dikunjungi.
Semuanya gratis. Bukan cuma itu
saja, semuanya disediakan lengkap dengan segala uang akomodasinya bahkan masih
ditambah gaji.
Begitu kontrak
proyek tersebut selesai, saya pun berniat untuk menutup tahun 2017 dengan
mengunjungi satu provinsi lagi. Dengan demikian, di tahun ini saya bakal
melengkapi daftar ceklis yang sudah saya kunjungi menjadi 17 provinsi, persis
setengahnya dari total provinsi se-Indonesia yang berjumlah 34.
Meski
saya sudah pernah mengeksplor pesisir barat provinsi Serambi Mekkah, menjelajah
Danau Toba, pegal-pegal menempuh enam jam
perjalanan lewat darat dari Sibolga ke Mandailing Natal, sendirian dinas ke
Makassar, merasakan turbulensi di langit Balikpapan, hingga berpapasan langsung
dengan babi hutan yang bebas sliweran
di jalanan Pulau Seram, masih ada lagi satu provinsi yang sebetulnya mainstream tapi luput dan belum saya
kunjungi.
Ya, saya
belum pernah ke Bali. Sama sekali.
Untuk memperbaiki
kemirisan rekor tersebut, saya langsung memasang target untuk akhir tahun ini. Pokoknya,
sebelum berganti tahun saya harus bisa menginjakkan kaki di Bali!
***
***
Manusia
berencana, apa daya, musim liburan-lah yang menentukan.
Jelang
akhir tahun, semua harga tiket maskapai menuju Denpasar harganya merangkak
naik. Kalaupun disimulasikan dengan potongan kupon Traveloka pun rasa-rasanya
biaya yang harus dikeluarkan masih overbudget untuk perjalanan pulang pergi. Hm...
Bagaimanapun juga, pokoknya akhir tahun saya harus bisa mendatangi Pulau Dewata.
Sewaktu
menjelajah laman aplikasi Traveloka, seketika mata saya langsung tertuju pada
banner yang menawarkan potongan tiket kereta api sampai Rp30.000. Saya pun langsung
teringat dengan rute alternatif menuju Pulau Dewata lewat jalur darat melalui
Banyuwangi dan bisa ditempuh dengan kereta api. Nah, ini dia jawaban Semesta buat
doa saya!
Bali lewat udara sudah biasa. Bali 20 jam-an berkereta? Itu baru luar biasa! |
Muka kucel tak terdefinisi yang diambil tak lama setibanya di Banyuwangi |
Berangkat hemat naik ekonomi, pulang-pulang eksekutif kemudian! |
Saya
langsung menghubungi tiga teman jalan lainnya dan mengajak mereka buat short
escape jelang akhir tahun untuk menjelajah Banyuwangi dari Jakarta dengan
kereta api, sekaligus menuntaskan obsesi saya buat menginjakkan kaki ke Pulau
Bali. Mereka setuju, saya pun langsung melakukan simulasi untuk mencari jadwal paling
nyaman dan murah untuk tiba ke The Majestic Banyuwangi, salah satu dari sepuluh destinasi prioritas “Bali baru”
yang gencar digenjot Kementerian Pariwisata saat ini.
(klik judul untuk membaca lebih lanjut!)
(klik judul untuk membaca lebih lanjut!)
***