camera, standby.
lighting, standby.
musik
gambus, in.
hentakan
rebana, in.
INSYA
ALLAH… INSYA ALLAH…
INSYA
ALLAH… ADA SOLUSINYA…
(((menengadahkan
tangan)))
INSYA
ALLAH… INSYA ALLAH…
ALLAH BERI
JALAN…
(((bergoyang
ke kiri dan kanan)))
Apa kabar sadayana, sehat?
Alhamdulillah.
Udah boleh curhat?
Gue tahu, pasti
bulan kemarin kalian merasa kesel ya, karena mendadak di media sosialnya banyak
yang nge-share berbagai tulisan yang
tidak berbobot, picisan, dan tidak menggambarkan citra mahasiswa kampus
perjuangan yang identik dengan pemikir keras, agen perubahan, dan hobi turun ke
jalan...depan Margo City cari diskonan alibinya belanja bulanan. Jadi begini. Sebulan
belakangan, gue sedang mencoba melebarkan jangkauan pembaca gue ke tahapan yang
lebih luas yakni civitas kampus gue
sendiri melalui… AnakUI.com.
Desember
kemarin, ceritanya gue mencoba melamar jadi pengisi konten di situs citizen journalism tersebut. Berbekal
tulisan perdana mengenai ulasan makanan di Kantek, gue pun diterima bersama
dengan temen-temen lainnya sebagai kontributor tetap di sana. Mungkin Bang
Ilman sang founder sedang hilap.
Ya, mungkin
beliau sedang hilap.
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)
di balik layar |
Tapi,
percayalah bahwa menyandang status kontributor tetap di AnakUI.com tuh rasanya ngeri-ngeri
sedap. Selain bisa nambah circle baru
dan dapat uang jajan, alasan mengasyikkan lainnya yang membuat gue bergairah
buat berbagi tulisan-tulisan di homepage
kalian adalah… bisa terkenal. Dengernya agak geli emang.
Bukannya
apa-apa. Di malam ketika gue nge-post
tulisan laknat berjudul Tujuh Grafik IPK di SIAKNG sebulan yang lalu, gue
langsung kebanjiran chat sama
temen-temen di FB maupun tempat lainnya yang mengutuk keras aksi gue dengan berbagai
perkataan seperti… kampret, gila lu, anjir Dwik lawak abis, dan sebagainya, dan
sebagainya. Serius, kalian harus tahu gimana rasanya berjalan di kebun macbook Perpustakaan Pusat, kemudian
melihat orang-orang terkekeh membaca tulisan kamu. Iya, seketika kepengin
mangap-mangap bahagia layaknya kontestan Amerika Latin yang menyabet gelar Miss Universe dan berhasil menggondol mahkota.
Seseneng itu rasanya.
Percaya
atau nggak, satu tulisan nista tersebut ternyata bisa berdampak sangat banyak.
Pertama, AnakUI.com
sempet mati suri beberapa saat saking banyaknya traffic yang rebutan masuk ke tulisan tersebut. Selain tulisan gue yang
dahulu kala di Kompas Muda, gue yakin tulisan gue nggak pernah dibaca sebanyak
itu.
Kedua. Pas kemarin
gue ikut ngarak wisuda semester ganjil dan gue diajak kenalan sama junior
angkatan 2014. Begitu gue memperkenalkan nama, mereka pun langsung menimpalinya
dengan “Oh, kakak yang suka ada di AnakUI.com
itu ya?”
…Masih untung
dek, bukan berita begal dibakar di LampuMerah atau POS KOTA.
Tapi itu
belum seberapa. Ketiga, di kala gue sibuk nyuri-nyuri buat pendekatan sama dosen
yang kelak dijadikan pembimbing skripsi, lagi asyik-asyiknya ngobrolin
literatur dan calon topik nih, beliau mendadak berkata, “Eh iya, saya baca loh tulisan kamu yang soal tujuh grafik IPK itu. Malah
dosen-dosen, Sekdept, Kadept juga udah pada baca semua...”
Duh Gusti.
Mau ditaruh di mana coba muka ini.
Ya… siapa
tahu gara-gara tulisan itu juga, pas wisuda genap 2015 besok, pihak rektorat berinisiatif
memberikan kedudukan eksklusif buat seorang Rizki Dwika. Diarak ke Balairung menggunakan
sisingaan diiringi paspampres dan parade Jember Fashion Carnaval misalnya.
Yaudahlah,
aminin aja.
***
Nampaknya,
keasyikan gue untuk brainstorming ide
yang bisa menghasilkan pembaca banyak di situs orang membuat gue lupa daratan. Gue
sampe lupa kalo ternyata gue punya rumah gue sendiri, sampah berbayar yang gue
belikan domain dot com entah untuk
apa ini.
Maka, untuk
mengembalikan fungsi blog pada esensi yang semula, agaknya kali ini gue memilih
untuk curhat aja. Hm, nulis apa ya. Yaudahlah,
kesibukan belakangan ini aja ya.
So far, 2015 berjalan tidak sesuai dengan
apa yang gue rencanakan. Karena… sesungguhnya di tahun ini gue nggak kepengin ngoyo
alias ambisius dalam melakukan apa-apa. Satu-satunya target gue di tahun ini
adalah menyelesaikan semua yang harus diselesaikan. Lulus dari embel-embel mahasiswa,
bisa menang salah satu sayembara, merampungkan naskah tolol-tololan yang
mengendap lama hingga siap untuk diterbitkan, tanpa planning yang jelas apalagi berekspektasi lebih untuk menuju wishlist tersebut.
Desember
kemarin, secara iseng gue mengikuti seleksi pelatihan Bahasa Jepang di kampus
gue. Tesnya sih cuma Bahasa Inggris sama Matematika. Berbekal modul SNMPTN dari
NF yang entah dari zaman kapan, gue pun mampu mengerjakan seluruh soal Bahasa
Inggrisnya.
Tapi nggak
dengan matematika.
Terhitung
sejak lulus dari kalkulus, gue udah tiga tahun merdeka nggak lagi-lagi menyentuh
limit, pertidaksamaan, integral, pokoknya rumus nggak jelas makanan anak Teknik
dan MIPA.
Jeng-jeng,
sebulan kemudian tiba-tiba gue dikabarin kalo gue lolos seleksi dan harus
mengikuti pelatihan Bahasa Jepang dari Senin sampe Jumat hingga Oktober
mendatang. Artinya, gue yang kini udah nggak ngekos lagi pun harus berjibaku dengan
sadisnya senggolan ibu-ibu commuter line
setiap hari kerja. Hancur sudah masa-masa gabut Teuku Rassya. Di posting
selanjutnya, gue ceritain deh betapa melelahkannya ngelaju Depok-Luar Angkasa!
***
Bagi
manusia yang ambisius dan well-planned
kayak gue, menjalani budaya expectless
merupakan tantangan tersendiri yang ternyata… amat sangat menyenangkan. Setelah
tahun lalu gue terlihat sangat ngebet dengan yang namanya Jerman, tanpa
direncanakan sebelumnya, gue sekarang dihadapkan dengan pilihan untuk mencoba
peruntungan kelak di negeri Nobita. Tanpa
direncanakan sebelumnya pula, sekarang gue join
di media online yang gue buka-buka
sedari masih SMA, jadi fasilitator buat mata kuliah studio dan harus meng-handle sembilan orang junior setiap
Selasa Jumat, bahkan sekarang ini gue secara randomnya masuk tiga besar mapres
utama dari Arsitektur buat dipertandingkan di tingkat fakultas. Lu kaget kan? Gue
pun masih menganggap ini semua becanda.
Sesungguhnya,
tulisan ini lahir karena gue juga nggak tahu harus nulis apa. Tapi, yaudah lah
ya. Pesan moralnya adalah coba deh kamu sekali-kali hidup mengalir, nggak
ngotot, dan banyak berdoa.
Niscaya
kamu akan jauh lebih bahagia.
.....
.....
1 komentar:
28 February 2015 at 20:03
Permalink this comment
Kyaaa kk fasiil