Pagi ini, di Gerbang Kutek, aku melihatmu. Lagi.
Sudah tiga bulan belakangan, mengawali awal pekan dengan berpapasan dengan kamu menjadi ritual tersendiri, selain pertemuan rutin yang tak sengaja kita setiap Rabu siang, Kamis malam, dan Jum’at pagi.
Aku hapal benar pertemuan perdana kita. Haltek, lebih tepatnya bis kuning, beberapa bulan yang lalu.Waktu itu, aku terpaksa malam-malam ke Margonda hanya untuk mencetak laporan desainku. Beruntungnya aku bisa duduk waktu bikun sedang penuh-penuhnya. Beruntungnya lagi, kamu berdiri tepat di hadapanku.
Aku mulai menyadari keberadaanmu saat tak sengaja menengadahkan pandangan ke atas, ke arahmu. Matamu besar, mengeluarkan tatapan dingin yang penuh curiga. Garis wajahmu tegas, tampil angkuh dengan earphone yang sebelahnya menggantung di satu sisi bahumu yang kokoh.
Awalnya aku tak acuh dengan keberadaanmu. Tanpa alasan, setelah pelan-pelan kuperhatikan, aku menyukaimu. Saat itu. Sesederhana itu.
Aku menikmati perjalanan dengan penuh curi pandang. Beberapa kali berhasil, beberapa kali aku kecolongan. Mata kita sempat beradu, tepat sebelum kamu turun di Halte FKM.
Aku sedikit kecewa. Kita tak sempat berkenalan, apalagi tegur sapa. Kamu tidak tahu siapa namaku. Aku juga tidak tahu siapa namamu. Bahkan sampai saat ini.
Yang kutahu, kamu juga anak Teknik. Metalurgi. Dari kausmu. Cuma itu.
Siang ini, di Kantek, aku melihatmu. Lagi.
Seperti biasa, aku sedang sibuk memilah kardus bekas yang layak guna sebagai bahan maket eksplorasi untuk presentasi esok hari, hal yang tidak biasa dilakukan oleh mahasiswi, tapi pengecualian bagi anak arsitektur sepertiku.
Saat Kantek sedang penuh-penuhnya itu, kamu pun melintas, sendiri, mengenakan flanel biru yang lengannya digulung hingga siku. Kedatanganmu membuatku kikuk, membuat fokusku kabur hingga belasan kardus terlepas dari ikatan tanganku yang mengendur.
Kamu pun berlalu.
Lagi-lagi, di SelasArs, aku melihatmu. Lagi.
Sejak pertemuan –atau lebih tepatnya dipertemukan tiga bulan yang lalu, kita jadi sering berpapasan. Dan entah mengapa, pertemuan kita minggu ini terjadi lebih intens dibanding minggu-minggu biasanya.
Meski sempat tertarik, awalnya aku tidak terlalu peduli. Tapi, lama-lama malah aku yang mencari-cari. Tanpa alasan yang jelas, aku sering keluar Studio. Entah ke Kantek, Haltek, menelusuri semua selasar, maupun lobby. Aku cuma ingin memberi tahu keberadaanku, identitasku, syukur-syukur bisa berkenalan langsung denganmu.
Sore ini, di Gedung S, tebak apa yang terjadi.
Saat gedung sedang lengang, aku sendirian di depan lift sambil mengatur tumpukan kertas gambar yang ingin kubawa ke atas. Kelar menyusunnya, aku menekan angka enam dan lift pun menutup. Perlahan.
Tak lama, terlihat dari dalam bayangan seseorang yang berlari, tampak buru-buru menekan tombol naik. Pintu lift terbuka lagi.
Nampaknya, sore ini aku sedang sial. Kali ini, aku tidak hanya melihatmu. Aku, kamu, kita bersisian. Kita bersebelahan. Seseorang yang tadi itu ternyata kamu.
Kamu masuk lalu menekan angka lima. Suasana sepi. Kita masih sibuk dengan diri sendiri. Saat itu, dalam hati aku merutuk, ingin mengutuk. Aku belum siap dengan pertemuan yang sedekat ini.
Lift perlahan naik. Segera, angka pada layar berganti dengan pasti.
Satu.....
Dua.........
Tiga...
“Hai!” Kita berdua berteriak, berbarengan memecah keheningan.
Hari ini adalah perkenalan perdana kita sekaligus kelanjutan komitmen setelah tiga bulan diam-diam dalam proses penjajakan.
Ya, kita jadian.
***
Hai!
Diposkan oleh
rizkidwika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar: