“NGGGHHH” Abang-abang panggilan itu memanfaatkan
kesempatannya yang pertama.
“BLEBEGBLEBEG” Gagal, saudara-saudara.
“NGGGGGGGGGGHH”
“BLEBEGBLEBEGBLEBEG” Mesin itu berdehem lagi. Nyinyir.
“HHHHHHHHHHHHHHHHHHH” Abang tadi berusaha semakin keras.
“TSAAAAAK” Apa yang terjadi saudara-saudara!!!
Ternyata, tali tuas motor buat starter mesin diesel itu putus.
|
"Kang, sepertinya...kita sudah tidak ada kecocokan lagi" |
Abang-abang pemilik perahu justru malah ketawa terbahak-bahak. Bang, Abang
nggak sedang bechanda kan, Bang? Aku nggak lagi dikerjain sama Supertrap, kan? Nasib
rombongan ada di tangan orang-orang kayak mereka? Ini seriusan...?
Akhirnya, kedua pemilik perahu pun sepakat membuat kebijakan
buat para awak penumpangnya. Berbekal tali tambang berdiameter besar, perahu
gue yang putus talinya tadi langsung diderek dengan perahu motor lainnya.
|
Sepanjang jalan kenangan... Kita slalu bergandeng tangan~ |
Tuh.
Perahu aja bisa gandengan. Masa kamu nggak?
Hih. Punchline basi.
Madingnya udah mau terbit!
Anyway, perjalanan
menuju Pulau Cipir tidak semudah kelihatannya. Biar waktu tempuh dari Onrust ke
sana cuma lima menit, tapi, pengarungan yang kami lalui jauh lebih menantang. Perahu
doyong terus-terusan, bergerak oleng ke kiri-kanan. Sesekali, perahu kami juga
bergoyang naik-turun setinggi satu meter persis wahana gajah-gajahan yang ada
di Dufan. Iya, selain karena faktor abis hujan badai, makin sore, gelombang laut
pun makin tinggi. Menurut abangnya, sekarang masih masuk siklus angin baratan
alias muson barat yang biasanya selesai di bulan Februari. Jadi, sebenernya
waktu yang pas untuk mendatangi tempat ini maupun pesisir lautan lainnya adalah
di bulan Maret-April hingga Juni.
|
Mulai merapat |
|
INI NAIK KE DERMAGANYE GIMANE? MANJAT?! |
Well, setelah
mendarat di dermaga pulau dengan susah payah, kami serombongan mengadakan
prosesi foto bersama di depan gerbang masuknya.
|
Mas, mas-mas yang sebelah kiri croppable, deh. |
|
Tugu yang bentuknya ambigu. |
|
Meriam penyambutan, tanpa Belina. |
Kalo Onrust dulunya adalah asrama
penginapan bagi para calon haji, Pulau Cipir atau Khayangan dulunya difungsikan
sebagai rumah sakit buat para jamaah sebelum berangkat naik kapal berbulan-bulan
menuju Mekkah. Nggak heran kalau puing-puing di pulau ini lebih berlumut,
spooky, dan ukurannya jauh lebih besar.
|
Pesisir Pantai Cipir |
|
Pantai lagi, arah sebaliknya |
|
Ijo-ijo di belakang pohon ini Pulau Onrust, loh. |
|
Jadi, di sinilah lokasi uji nyali kita.
|
|
Rumah sakit yang jam praktiknya ba'da Isya. Tuh, 1911-1933. |
|
Pesisir pantai di sisi pulau lainnya. |
|
Bekas benteng Belanda |
|
Reruntuhan. Saksi bisu terjangan gelombang tidal Krakatau 1883. |
Dengan niatan menambah saldo dan pundi-pundi tabungan
avatar, gue kembali memutuskan buat mengelilingi seisi pulau ini sambil
melakukan prosesi selfie sambil bikin video klip lagi.
Sendiri.
Dibanding Onrust, luas Pulau Cipir emang lebih kecil, jadi
waktu yang dibutuhkan buat mengeksplorasi pulau ini lebih sedikit. Sembari
menunggu rombongan yang lain, gue, Mbak Virlly, dan para mbak-mbak ciwik
mengobrol asyik di sebuah gazebo yang letaknya ada di depan pantai.
Pembicaraan dibuka dengan brownies yang dibuat mbak Melan
dari rumah.
Usut punya usut, ternyata mereka udah sering melakukan trip setiap
weekend dan tanggal-tanggal cuti
bersama. Namanya juga karyawan. Daripada ngabisin Sabtu-Minggu di Jakarta,
mending luangin waktu dan uang buat melancong ke mana-mana. Keren juga sih...
Kabarnya, mereka sendiri udah menjamah berbagai pelosok lautan
di Indonesia. Kiluan, Ujungkulon, Sawarna, Nusakambangan, bahkan mereka sempet
nawarin gue di akhir bulan Januari kemarin buat ngajakin gue ke TN Baluran.
Sayangnya... manusia yang berencana, isi dompetlah yang
memiliki kuasa.
|
Naik perahu berikutnya. Yang ini baru Fajar Bone. |
|
Meniti jembatan di atas comberan. |
|
Ya Rabb, baunya... Jakarta... |
Ini adalah kali pertama gue melakukan wisata abstrak bersama
strangers yang baru dikenal saat
hari-H dan menurut gue... amat patut dicoba. Selain bisa nambah kenalan dan pengalaman
baru pastinya, jalan-jalan kayak beginian juga bakal melatih kita untuk berbaur
dengan orang-orang baru dari latarbelakang yang berbeda. Soalnya, bisa jadi... joinan
bersama mereka yang belum dikenal bakal jauh lebih greget dibanding kongkow
bareng temen-temen dekat, tapi malah sibuk dengan gadgetnya sendiri.
Ending macem opo...iki.
Ya udah, lah. Sampai jumpa di kesempatan lainnya. Adios, permios!
0 komentar: