x


Boleh dibilang, saya tumbuh dan besar bersama kereta api. Sejak kelahiran saya pada tahun 1994 silam, setiap tahun setidaknya saya sekeluarga melakukan enam kali perjalanan relasi Jakarta-Semarang dengan kereta, baik itu pada saat lebaran maupun sekadar liburan biasa. Jenis kelas yang kami naiki pun bermacam-macam. Kadang Argo Muria, Kamandanu, kadang Fajar atau Senja Utama, bahkan berjejalan naik Tawang Jaya, tergantung kelihaian dan keberuntungan Ayah saya waktu mengantre di stasiun sehari semalaman.

Ya, begitulah memori yang saya ingat terkait kereta api di masa lalu, tepatnya di awal tahun 2000. Pagi-pagi sekali, biasanya setelah sahur, Ayah beserta kakak pertama saya harus berangkat ke Stasiun Pasar Senen untuk mengantre tiket mudik lebaran. Di sana, kondisinya amat tidak mengenakkan. Banyak orang duduk lesehan dan menginap di stasiun dengan seabrek barang, informasi antrean yang seringkali tidak jelas, ditambah lagi banyaknya calo yang menawarkan harga berkali lipat dari aslinya. Akhirnya, tiket tanpa tempat duduk pun jadi pilihan terakhir kami untuk pulang ke Semarang—namun pada hari keberangkatan, kami mengakali dengan datang satu jam sebelum keberangkatan dan menempati kursi di gerbong makan.

Meski kondisi kereta di masa lalu masih seperti itu, kereta tetap menjadi andalan keluarga saya untuk sekadar balik kampung, jauh sejak sebelum saya lahir. Tiketnya yang murah untuk sekeluarga dan bebas dari macet berhari-hari menjadi alasan mengapa keluarga saya memilih kereta ketimbang bus, pesawat, apalagi pulang kampung dengan kendaraan sendiri. Bersama kereta, belasan tahun berliburan di Semarang pun selalu memberikan saya pengalaman yang berbeda-beda.

Saya, Adik, dan Sepupu (circa 2002) 
Berkereta Senja Utama (2002)
Berkereta Senja Utama (2002)
Adik-Kakak (2002)


Saya masih ingat betul bagaimana menyenangkannya naik kereta setiap pulang ke Semarang: membeli nasi bungkus murah di Stasiun Cirebon atau Tegal, menanti pramugara menawarkan nasi goreng dan nasi rames fajar utama yang enaknya melegenda, hingga betapa antusiasnya saya duduk di jendela sewaktu melintasi Laut Jawa. Bukan cuma yang manis-manis saja, berkendara dengan kereta di masa lalu juga memberikan pengalaman tak menyenangkan. Perjalanannya yang tak sesuai jadwal, gerbong yang kipas anginnya rusak, toilet yang kerap tak ada airnya, berjubelnya penumpang tanpa tempat duduk hingga harus tidur lesehan di setiap gang kereta, dan bangku yang tak begitu nyaman pun rasa-rasanya membuat jarak perjalanan Jakarta-Semarang menjadi dua kali lipatnya. Namun, pengalaman mudik yang berbeda dengan kereta api saya rasakan di tahun 2017 ini.

Awalnya, keluarga saya tak berniat untuk pulang mudik di tahun ini karena tidak tersediaannya tiket pulang maupun pergi. Tiba-tiba, PT KAI lewat instagramnya mengumumkan adanya kereta kelas baru yang melayani rute menuju beberapa kota di Pulau Jawa. Dengan niat iseng, tepat jam dua belas malam pun saya mencoba peruntungan saya dengan memesannya via internet, melawan puluhan ribu orang yang juga hendak berburu tiket mudik dan arus balik. Dengan kecepatan koneksi, sepuluh menit kemudian pun saya berhasil mendapatkan kode booking dan langsung kemudian menebusnya dengan membayar via ATM. Tak sampai setengah jam, tiket mudik dan arus balik pun sudah di tangan, tanpa perlu mengantre belasan jam di loket Stasiun Gambir maupun Pasar Senen seperti yang kami lakukan di masa lalu.

Saat hari keberangkatan, keluarga kami pun dibuat takjub dengan kualitas kereta yang ditawarkan PT Kereta Api. Tawang Jaya yang kami pesan bukan sembarang Tawang Jaya. Alih-alih mendapatkan kereta dengan tempat duduk yang tidak ergonomis, di Tawang Jaya Kelas Premium kami justru merasakan kualitas sekelas rangkaian eksekutif. Gerbong yang dingin, konfigurasi tempat duduk 2-2 yang luas, bangku yang nyaman dan bisa diatur kemiringan sandarannya, hingga toilet yang bersih pun membuat perjalanan Jakarta-Semarang menjadi nyaman dan terasa menyenangkan. Tujuh jam perjalanan pun kami lalui tanpa hambatan. Kami benar-benar tinggal duduk nyaman tanpa perlu berjibaku terjebak kemacetan di ruas tol Cikampek-Palimanan.

Suasana Mudik di Pasar Senen (2017)
Suasana Mudik di Pasar Senen (2017)
Kereta Premium yang Kami Tumpangi
Nyaman Tanpa Orang Lesehan
Bangku ternyaman Nomor 11-12
Meski Tawang Jaya, Rasanya Kaya Argo Muria
Melihat Laut 
Tiga Jam Sebelum Semarang

Laut Jawa dari Balik Jendela

Tiba di Semarang Pesona Asia
Menoreh di Stasiun Tawang, Kereta Kami untuk Pulang (2017)
Si Pramugari Kereta
Leaving Semarang Tawang

***
Dalam lima tahun belakangan ini, memang terasa betul bagaimana Kereta Api bisa meningkatkan kualitas pelayanannya secara pesat, baik itu pelayanan kereta jarak jauh maupun kereta commuter Jabodetabek-nya. Masih kuat betul di ingatan saya di mana sejak menjadi mahasiswa UI di tahun 2011 dan resmi menjadi anker—anak kereta Bekasi-Depok, saya harus merasakan betapa "ikan pepes"-nya menggunakan KRL ekonomi—bahkan dalam dua tahun pertama saya sampai kecopetan dua kali. Beberapa tahun berselang, kini pelayanan yang semula ala kadarnya pun disulap menjadi lebih maju: peron dan fasilitas yang lengkap, sistem tiket berbasis tap, gerbong yang tak lagi dipenuhi oleh atapers-atapers yang biasanya akrobat di atap KRL layaknya spiderman, gebrakan demi gebrakan pun selalu dilakukan PT Kereta Api—dan anaknya, KCJ demi pengalaman mobilitas masyarakat yang jauh lebih baik.
Meski demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan PT KAI dan segenap anak perusahaannya di 72 tahun perjalanannya. Baik penyedia maupun pengguna layanan kereta api tahu betul apa masalah dan tantangan yang dihadapi perkeretaapian di Indonesia pada saat ini. Seringnya gangguan sinyal listrik akibat cuaca, antrean sinyal masuk Stasiun Manggarai yang menghabiskan waktu perjalanan, antrean kereta api jarak jauh di Jatinegara dan Stasiun Cakung yang disebabkan double-double track yang tak kunjung rampung, kereta bandara, semua permasalahan ini harus segera diurai bersama-sama demi kualitas pelayanan yang lebih prima.
Di masa depan, saya membayangkan PT Kereta Api bisa melakukan lompatan besar lagi seperti yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini. Saya membayangkan mereka mampu memberikan performa pelayanan yang tak hanya bagus dan nyaman dari segi fasilitas saja, tetapi juga bisa memberikan kepastian pada penggunanya dengan lebih tepat waktu dan bisa semakin presisi dengan perkiraan durasi tempuh yang sesungguhnya.
Bukan cuma itu saja. di 72 tahun keberadaannya, sudah sewajarnya layanan kereta api harus bisa dirasakan secepatnya oleh seluruh rakyat Indonesia dan tak hanya berkonsentrasi di Pulau Jawa. Sudah saatnya kota-kota besar di luar Jawa bisa saling terhubung dengan jaringan rel kereta, sehingga masyarakatnya bisa sama-sama merasakan mobilitas cepat yang terjangkau dan bebas hambatan. Kesiapan infrastruktur rel dan layanan kereta yang saat ini sedang dikerjakan di beberapa titik di luar Jawa pun harus dikebut dan dikejar pembangunannya supaya dapat mempercepat perpindahan barang dan manusia yang selama ini hanya mengandalkan jalan darat. Dengan demikian, cita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pun bakal tercapai juga lewat terbangunnya jaringan interkoneksi kereta api yang terpadu dan berkualitas di seluruh wilayah di negeri kita dengan pelayanan yang memuaskan setiap penggunanya.

Selamat ulang tahun transportasi andalanku, PT KAI!

Photo

28/09/2017

di 11:05


Label:

Gastritis, Limbung Karena Lambung
Diposkan oleh rizkidwika

Bibir dikulum sama bu dosen
Assalamualaikum, warga netisen!

Dalam suasana H+7 setelah lebaran ini, izinkan gue pertama-tama mengucapkan… Selamat Hari Raya, masyarakat Indonesia! Kalian semua saya maafkan! Jadi kapan kita halalbihalal? Mungkin nonton, jalan, atau makan-makan?

Udah beberapa bulan ini blog gue kosong tanpa tulisan, terakhir cuma cerita tentang Vietnam yang belum selesai dan gue bingung harus ngelanjutinnya dari mana. Bukannya males, tapi belakangan ini gue lagi ambisius buat nulis di tempat lain yaitu di Blog Traveloka, di mana gue bisa meng-uang-kan tulisan cerita perjalanan gue dalam bentuk transferan di sana—meski dalam bahasa yang lebih teratur dan nggak receh kayak nulis di mari. Alhasil, blog yang tiap tahun harus diperpanjang domainnya ini pun jadi banyak debunya, karena gue kewalahan buat menulis ulang cerita perjalanan dalam dua gaya bahasa yang berbeda. Pelan-pelan aja, mungkin cerita The Mess Runner bakal dilanjutkan di postingan berikutnya, tungguin yha!

Nah, daripada mubazir, dalam suasana bulan Syawal ini pun gue beritikad buat pelan-pelan meramaikan kembali rumah ini sekaligus mau melanjutkan secret project yang tengah gue lakukan dan dijadwalkan harus selesai bulan Juli ini. Mohon doanya! Yarabb, aku sudah kepengen jadi artis dan bosan jadi warganet semata!
Oke, yang barusan lupain aja.

Meski judulnya Hari Kemenangan, sejujurnya nih, gue tahun ini nggak merasa menang dari apa-apa disebabkan tahun ini gue puasanya bolong enam. Bukan, bukan. Gue bukan batal gara-gara digodain anak sekolahan nyeruput marimas dingin siang-siang pinggir jalan, bukan. Gue harus menanggung utang enam hari berpuasa gara-gara segumpal organ dalam tubuh gue yang mulai rewel bernama… lambung, hingga akhirnya gue harus merasakan kasur rumah sakit setelah sembilan tahun nggak 
berurusan sama rawat inap. Begini ceritanya...



(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

01/07/2017

di 17:00


Label:

The Mess Runner 3: Sendiri di HCMC
Diposkan oleh rizkidwika

Ketinggalan Part1 dan Part2? Baca ceritanya di sini dulu!

21.00
Setelah ditinggal kekawan yang terbang ke Hanoi buat memuaskan hasratnya ke Halong Bay, gue menggelepar sendirian di Saigon Backpacker Hostel bersama David si bule Amerika, tentunya dalam ranjang yang berbeda. Selagi menggabut sambil rebahan, gue baru teringat kalo terakhir makan itu jam dua belas siang di Ganesh Indian Cuisine. Yha. Lapar melanda, saudara-saudara. Setelah mengumpulkan niat buat bergerak, akhirnya gue pun pergi ke Malaysian Street yang terkenal banyak makanan halalnya.


Nguyen An Ninh Street, atau yang dikenal dengan Malaysian Street adalah sebuah jalan yang berada persis di sebelah barat Ben Tanh Market, pasar oleh-oleh terbesar di Ho Chi Minh City. Dinamakan Malaysian Street soalnya di sana ada sekitar sepuluh rumah makan Melayu yang berlabel halal. Nggak cuma makanannya, para pemilik, penjual, dan pelayannya pun orang Malaysia yang udah lama tinggal di kota ini. Demi mengisi perut yang keroncongan, gue pun berjalan sendiri membelah keramaian Distrik 1 di Ho Chi Minh City. Buset! Banyak bener bule-bule blonde yang mengenakan kostum sesantai-santainya yang nongkrong di kafe pinggir jalan sembari menikmati live music di mana-mana! Jadi seger ini mata!

Setelah berjalan satu kilometer lebih—iya, segitu susahnya nyari yang jelas-jelas halal, akhirnya gue sampai juga di Malaysian Street. Bener aja, begitu gue sampe di sana gue langsung melihat jejeran kios berornamen bendera Malaysia di sepanjang jalan dengan plang tulisan Bahasa Melayu yang mudah dibaca. Nggak cuma restoran aja, di sepanjang jalan itu banyak pedagang kaki lima yang dagang starling—starbucks keliling, ftw!, penjual kaos, dan gantungan kunci Vietnam yang dijual dalam Ringgit, bahkan nawarinnya pake Bahasa Melayu kayak Ma'il temennye Upin-Ipin. 

Finally, ada juga tulisan yang nggak kriting dan suara orang yang bisa mudah dipahami… :”)



(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

22/04/2017

di 17:28


Label:

The Mess Runner 2: Saigon Luar Dalam
Diposkan oleh rizkidwika



08.00
Pagi yang nggak terlalu pagi
Saigon Backpacker Hostel, hari pertama.


Gue terbangun terbatuk-batuk di tengah deburan AC yang langsung terpapar ke muka. Terlepas gue emang lagi sakit, emang dasarnya norak kali ya… sekamar sama David si bule US dan bule Perancis satunya lagi memberikan pengalaman bangun tidur dengan menggigil-gigil yang amat nggak enak.
Untuk ngangetin badan, gue, Ochan, dan Gege pun beranjak ke lantai bawah untuk mengambil jatah sarapan berupa pisang gratis—sebanyak-banyaknya, segratis-gratisnya, kemudian pergi ke rooftop hostel buat menikmati pagi di Ho Chi Minh City dari ketinggian lantai lima.

Terkadang, ekspektasi nggak melulu sejalan dengan realita. Begitu kami menaiki satu per satu anak tangga—iya, tangga. Nggak ada lift. FYI, kamar kami di lantai empat. Sehari di Saigon Backpacker Hostel @ Cong Quynh membuat betis kami sikpek, gambaran mengenai rooftop yang mereka publikasikan di website-nya pun udah berubah bentuk. Cewa sih, tapi pemandangannya leh uga.




(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

17/03/2017

di 21:55


Label:

The Mess Runner 1: dari CGK ke SGN
Diposkan oleh rizkidwika

Aloha, Honolulu!

Setelah gue melewatkan waktu di bulan Februari tanpa suatu tulisan di blog karena ada target menulis lainnya yang sedang gue penuhi, kali ini gue bakal berbagi cerita mengenai perjalanan bodoh selama seminggu yang baru tanggal 1 kemarin dilakukan sama Gamaliel-Audrey-Cantika-nya Interior 2011 yang terakhir jejalan bareng pada saat Graduatrip dua tahun silam. Iya, dalam bentuk tulisan. Gue nggak berniat membuat vlog ala-ala manusia masa kini yang unfaeda dan tidak membuat masyarakat Indonesia menjadi rajin membaca.

Yha, setelah merayakan wisuda dengan jalan-jalan singkat ke Jawa bagian timur dan tengah, Gue, Gege, dan Ochan mengumpulkan tekad buat kembali meluangkan duit dan waktu di antara kerjaan, CAD, dan segala hal amit-amit yang menyertainya, untuk melakukan short escape bersama di tahun ini ke mancanegara. Gayung bersambut. Air Asia memberikan iming-iming surga dengan tiket murah yang disodorkannya pada akhir 2016 yang lalu. GAC pun tertarik buat berwisata ke negara ASEAN daratan. Dengan rate harga yang tersedia (sekitar 1.6 juta all-in dengan tiket pulang pergi dan tetek bengek airport tax-nya), pilihannya tinggal antara Bangkok atau Ho Chi Minh City. Sebagai golongan masyarakat sosial yang nggak kepengin nge-hype dengan liburan ke Bangkok kayak orang-orang, yaudah, kenapa nggak coba pilih Vietnam aja?











Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kami bertiga kumpul di T2 Bandara Soetta sejak jam setengah sebelas siang, tepat satu jam sebelum flight. Alih-alih masuk ke dalem dan boarding, kami malah leyeh-leyeh sambil membingungkan bakal beli apaan buat makan.


10.45
“E, jadi mau beli sesuatu buat di pesawat?”
“Beli donat aja apa? Ada Dunkin kan di T2?”
“Udah keyefsi aja yang deket”
“Oke yaudah, itu boleh deh buat maksi”
Gue dan Gege pun menuju ke gerai KFC di Terminal 2 Bandara Soetta terdekat. Begitu kelar ngantre dan memesan, gue melirik jam dan bergumam pada Gege.
“Gek, we need to go now, faster..”
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)


Photo

11/03/2017

di 17:00


Label:

Menjadi Fanboy Racers Indonesia
Diposkan oleh rizkidwika


Seperti yang udah diceritakan pada tulisan sebelumnya, di akhir tahun yang lalu gue tengah menggeluti program balapan keliling dunia ala-ala bernama The Amazing Race Asia season 5, acara teve di mana season 1-nya gue tonton waktu gue masih mengenyam pendidikan sekolah dasar. Setelah vakum agak lama, AXN sebagai penyelenggara pun mengadakan kembali season baru program tersebut dengan menggandeng sponsor yang kebanyakan dari Indonesia, sehingga shooting-nya pun mostly dilakukan di Indonesia.

Selama kurang lebih dua bulanan itu, gue menjadi fanboy The Amazing Race Asia season 5 dan mengikuti betapa sengit pergelutan dari 11 team dalam menaklukan setiap kota dan tantangan yang berbeda-beda. Hingga… tibalah saat di mana episode kampret itu tayang di layar kaca.

Di leg 9 alias babak semifinal yang berlangsung di Kabupaten Banyuwangi, tersisa empat tim dari tiga negara yang berjuang untuk rebutan tiket menuju hadiah US$ 100.000. Keempat tim itu adalah Yvone-Chloe dari Malaysia, Eric-Rona dan Maggie-Parul dari Filipina, serta dua srikandi badai asal Indonesia, Treasuri dan Louisa. Sebutan srikandi yang gue berikan pada mereka bukannya tanpa alasan. Di season itu, mereka benar-benar menjadi tim kuda hitam. Nih, bayangin aja. Dari sembilan episode, mereka berhasil meraih empat posisi pertama, sekali posisi kedua, dan dua kali posisi ketiga.










Kembali ke episode semifinal laknat tadi. Di leg 9 tersebut, Trez-Lou kena Yield dari Maggie-Parul sehingga mereka harus menunggu 15 menit sebelum mengerjakan tantangan. Selanjutnya, Eric dan Rona juga ngasih U-TURN ke Trez-Lou sehingga mereka harus mengerjakan dua detour sekaligus. Iya, di semifinal itu, Trez dan Louisa dizalimi oleh permufakatan jahat dua tim Pilipinas yang sedari awal memang takut sama team asal Indonesia, negara yang sama sekali belum pernah memenangkan The Amazing Race Asia.

Hasilnya ketebak. Trez-Lou tereliminasi tepat satu episode sebelum masuk babak final.



Mengheningkan cipta... mulai....
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

10/01/2017

di 18:18


Jama'aaaaaah.
OOO jamaaaaa'ah.
Alhamdu? lillah!

Sudah lama sekali gue tidak meninggalkan jejak tulisan di tempat ini. Padahal, banyak sekali unek-unek yang ingin gue sampaikan mengenai berbagai isu terkini yang momentumnya udah terlewatkan. Polemik awkarin, yanglek, perseteruan Mario Teguh dan Kiswinar yang kini memasuki babak baru, Pilgub DKI, hingga gossip remeh temeh dari akun lambeturah. Karena nggak sempet meluangkan waktu untuk nulis panjang, alhasil topik-topik terbaru seperti tadi biasanya cuma gue komentarin melalui Twitter setiap harinya.

Iye, 2016 gue masih ngetwit.
Kenapa? Takjub?

Pertama, sesungguhnya Twitter masih menyenangkan karena kini udah nggak ada kamu lagi tempatnya lebih sepi dan golongan penggunanya udah mulai tersaring, sehingga yang tersisa di sana tinggal yang berusia lebih matang aja.
Dua, karena media sosial lainnya saat ini mulai terasa menyebalkan. Bukan, bukan. Bukan karena negara api menyerang. Media sosial lain menjadi menyebalkan karena terlalu banyak akun goblok dan pengikutnya yang senang sekali menebar kebencian dan berita bohong tanpa melakukan konfirmasi, lantas menyebarkannya hanya dengan iming-iming "katakan aamiin supaya bisa pergi haji” tanpa perlu nabung dan nunggu kuota, atau 1 like = 1 tiket masuk surga.

Pathetic, tapi itulah gambaran netizen Indonesia.
Bukti nyata bahwa memberantas kebodohan bangsa masih menjadi PR kita bersama.

Nggak, nggak. Meski sebel, gue nggak bakal bahas soal kehebohan masyarakat belakangan ini yang topiknya terlalu membosankan buat ditulis di blog nista ini. Gue lebih tertarik mengambil topik tentang apa-apa saja yang mengganjal di otak untuk diceritakan sekaligus berbagi cerita tentang apa yang sedang gue geluti saat ini.














(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

27/11/2016

di 17:17


Ada yang spesial dari ajang Grand Final Stand Up Comedy Academy (SUCA) 2 yang ditayangin pada bulan Agustus kemarin. Coba, bayangin aja. Dari tiga grand finalis yang berhasil mengalahkan puluhan komika lainnya di season kedua, dua posisi grand finalis diisi sama kaum hawa, satu kursi lebih banyak ketimbang tiga besar SUCA 1 di tahun sebelumnya.

Kedua grand finalis tersebut adalah Arafah dan Aci Resti.

JENGJENGJENGJENG!





(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)



Photo

15/10/2016

di 18:36


Label:
,

Ada Apa dengan Bekasi?
Diposkan oleh rizkidwika

Izinkan gue mengawali postingan perdana di tahun 2016 ini dengan tebak-tebak buah manggis.
Dari sedikit potongan jempol berikut, dapatkah kalian menebak kira-kira lambang apakah ini?
















RCTI oke? Anda Salah!
Apa? SCTV ngetop? Tetot! Belum benar!
Gimana, nyerah?
Oke, gue kasih tahu jawabannya. Tapi… janji. Jangan kaget ya.






























Ini adalah logo hari jadi suatu kota di pinggir DKI bernama… Bekasi.
Official, btw.
Iya, ini adalah logo resmi.

Jadi, tepat sebulan kemarin, Bekasi menginjak usia barunya yang ke-19 tahun. Setelah dua tahun yang lalu Bekasi jadi bahan cela-celaan di media sosial, bukannya melakukan pembenahan besar-besaran terhadap citra kotanya, Bekasi nampaknya malah asyik menikmati suramnya gerhana abadi dengan mengeluarkan logo peringatan hari jadi yang sangat sederhana itu —bahasa halusnya dari kata jelek, kalo sang owner nggak pengin logonya disebut gitu.

Gimana nggak. Di saat teknologi canggih udah mengambil banyak porsi dalam kehidupan umat manusia, India dan NASA lagi memulai kerja sama program manusia pertama yang menginjakkan kaki di Planet Mars, hingga pedagang tahu bulat yang mars-nya kini menjamur ke seluruh pelosok negeri, alih-alih merangkul komunitas desain, konsultan brand, atau membuat sayembara logo yang lebih semarak dan representatif, pemkot kita memilih menggunakan salah satu clip art dari Windows 98. Luar biasa memalukannya.

Exit Tol Legendaris Bekasi Barat, pertemuan 4 mal, 2 hotel, dan 1 apartment di satu perempatan. Kadang, waktu tempuh Pancoran-Bekasi lebih cepat ketimbang harus antre keluar di tol ini. 


Sebagian orang mungkin bakal menganggap apalah arti sebuah lambang. Tapi menurut gue, keindahan desain mahakarya logo HUT Kota Bekasi ke-19 ini harusnya jadi semacam cambuk buat kita untuk melakukan tepok jidat secara berjamaah supaya sadar kalo kota sedang mengalami masa kedaluarsa--mengutip perkataan dari Dian Sastrowardoyo: Basi! 

Bekasi hari ini sudah out of date,

ketinggalan jauh buat ukuran kota di zamannya.
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

10/04/2016

di 13:17


Kayfa Haluk Yaa Akhi Yaa Ukhti
Diposkan oleh rizkidwika

Setelah sekian lama tidak menyapa sanak saudara di buku diari digital ini… akhirnya…
KAYFA HALUK!!! Apa kabar semuanya?!

Ya, setelah postingan beberapa bulan lalu berjudul Makhluk Tuhan Paling Skripsi yang nggak ada kelanjutan jilid duanya, akhirnya gue menyempatkan untuk kembali menggoreskan jemari pada situs nista ini. Ah iya, tulisan ini ditujukan bagi seluruh manusia gabut di alam semesta yang katanya sering khilaf membaca kisah gue, sembari mengklarifikasi kabar simpang siur mengenai gue yang beredar di luar sana:

“Eh, sekarang Dwika gawe di mana sih?”
Si-A “Udah di biro arsitek bukannya?”
Si-B “Eh nggak, bukannya dia lagi jadi juragan bantal?”
Si-C “Nggak tahu, kalo update di Path jalan-jalan mulu perasaan hidupnya”
Si-D “Lah, terakhir gue denger katanya udah jadi simpenan janda kaya!”
Si-E “Sotil! Orang gue lihat dia berhijab sembari menengadahkan tangan bernyanyi (((InsyaAllah…InysaAllah…InsyaAllah ada solusinya))) setiap pagi di acara Mamah dan Aa!”

Sebelum berimajinasi lebih jauh, melalui tulisan ini gue mau sedikit berbagi cerita sekaligus menjelaskan bahwa kondisi gue saat ini masih hidup dan sehat walafiat. 
Bukan, bukan. Nggak sekadar sehat.

Gue lagi berada di titik yang paling bahagia.





(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

10/10/2015

di 18:36


Makhluk Tuhan Paling Skripsi (1)
Diposkan oleh rizkidwika

Perhatian.
Untuk penghayatan, silakan setel intro Makhluk Tuhan Paling Seksi.
Demi keselamatan, dimohon tidak membayangkan gue mendesah
Aw, aw, ah, ah, ah. Aw, aw, aw, ih, ih, ih”.
Sekali lagi, jangan lakukan.
Demi kemaslahatan umat manusia.



Satu hari kita berpisah, satu hari pula usia kita bertambah1.
Terhitung sejak kita berpisah dari tulisan terakhir tentang Peringatan Konferensi Asia Afrika 2015 di bulan April2, gue nggak pernah sama sekali menyentuh situs dewasa ini. Ya, selain karena jadwal promo album yang cukup padat, rutinitas berdakwah di media sosial, hingga target gue menyelesaikan program OROJ –One Rokaah One Juz. Trims, gue juga sedang menghabiskan waktu sebulan belakangan buat aktivitas menulis, tapi bukan menulis di blog.
Gue sedang asyik menulis di tempat yang lain.

Alih-alih mengerjakan pilot project soalkenangan-masa-lalu-yang-belum-diedit-karena-gue-mager-nggak-sempet-rombak-materi-padahal-harusnya-bisa-aja-terbit-terus-promo-buku-ongkang-ongkang-kaki3, sebulan kemarin gue terlalu sibuk menambah tiga kilogram karena harus membuat tulisan tentang pengalaman nyicip-nyicipin ayam buat ng-endorse sponsor di AnakUI4. Nggak cuma itu aja, waktu sebulan belakangan juga gue didedikasikan khusus mengerjakan skripsi.
Ya. Akhirnya gue sedang menulis skripsi.


Matamu Se'si. Itu Terbu'ti.
Yang Paling Se'si.
Se'si Konsumsi.




Sebetulnya, jurusan gue memberi kesempatan yang lebar bagi anak-anaknya memilih antara Tugas Akhir atau Skripsi. Namun, karena gue mendapatkan sebuah hidayah yang dikirimkan ketika mendengar Chelsea Islan berkata “Sayangi Dirimu” di sebuah iklan produk perawatan wajah5, gue langsung mengurungkan niat untuk mengambil TA dan memilih jalan yang satunya lagi.

(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

31/05/2015

di 08:29


Pembukaan Solidarity Day AAC 2015
Diposkan oleh rizkidwika

Lagi-lagi, gue harus melancong ke Bandung. Selain gara-gara tema skripsi yang mengharuskan gue ke sana untuk melakukan survei lapangan, kali ini gue berniat untuk menghadiri perhelatan internasional sepuluh tahunan yang kembali di gelar di kota ini. Yes, apalagi kalau bukan Peringatan Konferensi Asia Afrika. Nggak cuma datang dan bawa badan, gue kemudian tergugah untuk mendaftarkan diri sebagai volunteer acara tersebut dan gue pun tergabung dalam ratusan relawan Informasi Dunia Maya alias Relawan India.  

Dengan tema Solidaritas bangsa Asia dan Afrika, peringatan enam puluh tahun konferensi ini diselenggarakan secara besar di dua kota, yakni Jakarta dan Bandung. Nah, setidaknya ada enam puluh event yang diselenggarakan, salah satunya Solidarity Day yang lagi diadain di Kompleks Taman Pasupati Bandung (Taman Jomblo, Taman Skate, dan Taman Film).

Doodling Cepat Superabal: Solidaritas Asia Afrika!

Dalam acara bertajuk A Tribute to Sukarno and Nelson Mandela ini, tiang-tiang sepanjang jembatan pun disulap menjadi pink menyala lengkap dengan berbagai mural yang menggambarkan semangat tokoh-tokoh perjuangan di dua benua. Keren banget pokoknya. Nggak cuma itu, selain menikmati mural, di sepanjang acara pengunjung juga bisa menikmati berbagai food truck yang hits dari Kota Bandung, stand berbagai komunitas, musik, screening film, serta rencananya doa bersama.

Pembukaan acara dipusatkan pada area Taman Film, dengan menonton cuplikan sejarah Konferensi Asia Afrika 1955 dan film pendek garapan komunitas-komunitas film di Kota Bandung, dilanjut dengan hiburan dari Kang Ganjar yang menyanyikan lagu Solidaritas serta penampilan kejutan dari Raef, penyanyi asal Washington DC. Pembukaan semakin meriah ketika rombongan wali kota datang dan berbagi kesenangan dengan warga-warganya. Dalam memberikan sambutan, Kang Emil dan Teh Lia tak segan berkelakar dengan semua pengunjung yang datang, mulai dari mengadakan kuis dadakan, membagikan hadiah kepada anak kecil dan pengunjung yang hadir, bahkan menyanyikan beberapa lagu seperti Manuk Dadali, Halo-halo Bandung, juga Ibu Kita Kartini.


Dudukan Taman Jomblo yang Disulap jadi Stand Komunitas
Denger Musik, Joget-joget di Taman Skate. Cuteness Overload!!!
Kondisi Pilar-pilar yang Dimuralin Warna-warni. GMZ!
Screening Film Sembari Bercengkerama
Sketsa Setengah Jadi. Yaudahlahya, Distorsi Banyak Nggak Apa-apa
Tuan Rumah: Idola-able Abad 21, Ridwan Kamil.

“Bandung itu berita baik. Bandung terbuat dari kebahagiaan. Kita harus memperlakukan Bandung seperti ibu kita sendiri. Harus kita sayangi, harus kita muliakan, jangan kita tambahkan beban. Ketika ada masalah, kita beri solusi. Ketika ada masalah, kita mendoakan.”

– Ridwan Kamil, wali kota kekinian pecinta batu akik.

Terlalu banyak rasa merinding dan mbrebes mili yang gue alami saat menyaksikan pembukaan tadi. Selain karena punya pemimpin yang dicintai karena mementingkan kenyamanan hidup setiap warganya, Kota Bandung juga memiliki semangat kolaborasi yang sangat besar. Bandung punya masyarakat yang mau bergerak. Warganya mau turun tangan, bukan sekadar urun angan. Sebagai volunteer yang berasal dari luar planet alias Bekasi, Jujur, gue merasa sangat iri terhadap kota ini.


Ayo, masih ada tiga jam lagi menuju puncak acara malam nanti! Buat kamu yang sedang ada di seputaran Dago atau Kota Bandung, mari merapat ke acara Solidarity Day ‘A Tribute to Sukarno and Nelson Mandela’ di kolong Jembatan Pasupati. Buat yang belum bisa hadir, tenang. Masih ada serangkaian acara menyenangkan di Kota Bandung hingga hari Minggu ini yang bisa kamu ikuti dan jadilah salah satu bagian dari keceriaan masyarakat Asia-Afrika!

Photo

21/04/2015

di 19:00


Pusing Pala Barbie
Diposkan oleh rizkidwika

PUSING PALA BERBI-PALA BERBI (No Treble)
PUSING PALA BERBI-PALA BERBI (No Treble)
PUSING PALA BERBI-PALA BERBI (No Treble)
PUSING PALA BERBI-PALA BERBI (No Treble)

Penggalan lagu keluarga Bahar yang semena-mena menggabungkan lagu All About That Bass dengan kearifan lokal musik dangdut dorong mengawali tulisan pertama gue di bulan Maret ini. Kenapa harus memilih lagu ini? Alasannya sederhana. Belakangan, gue sering banget merasakannnya. Literally sakit kepala.

Jumat pagi kemarin, gue harus bangun setengah enam buat ngejar commuter line jam 6.20 supaya bisa sampe di kampus dan ngasdos studio jam delapan. Sementara itu, gue baru kelar nge-draft Bab 1 dan Bab 2 jam setengah tiga. Jadilah gue terbangun dengan kepala bagian tengah kepala serasa diremas-remas dari dalam. Sakitnya bukan main, sampe uring-uringan.

Perhatian: gambarnya dapet di Google, bukan koleksi pribadi. Trims.


Semenjak semester enam, migrain terutama di sebelah kanan menjadi salah satu hal yang gue alami meski sesekali. Gara-gara kebanyakan mikir studio sih kayaknya. Tapi dalam bulan ini, intensitas sakit kepala sebelah gue semakin hebat. Baru jam satu pagi aja, denyutan di kepala aja udah luar biasa. Gue pun belum menyempatkan diri untuk melakukan check up. Mau ambil rujukan, harus bolos ngampus. Mau ke PKM kampus, ntar dibentak ibu-ibu gendut si petugas galak.  Pas lagi jalan pulang di kereta… eh… nemu kabar Olga Syahputra meninggal gara-gara peradangan di selaput otaknya …….Gimana nggak nambah parno coba.
Yaudahlah ya, camil panadol merah dulu aja.

Setidaknya, ada beberapa hal yang membuat gue sering kerja lembur di bulan Maret yang cukup menyebalkan ini. Yang pertama, skripsi. Nggak ding, sejauh ini lancar-lancar aja tuh. Selain ngasdos studio dan jatuh bangun belajar Bahasa Jepang, waktu gue belakangan dihabiskan buat ngerjain karya tulis dalam rangka……...seleksi mapres utama.
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

***

Photo

28/03/2015

di 17:17


Mamah, Curhat Dong
Diposkan oleh rizkidwika

camera, standby.
lighting, standby.
musik gambus, in.
hentakan rebana, in.
INSYA ALLAH… INSYA ALLAH…
INSYA ALLAH… ADA SOLUSINYA…
(((menengadahkan tangan)))
INSYA ALLAH… INSYA ALLAH…
ALLAH BERI JALAN…
(((bergoyang ke kiri dan kanan)))






Apa kabar sadayana, sehat?
Alhamdulillah. Udah boleh curhat?

Gue tahu, pasti bulan kemarin kalian merasa kesel ya, karena mendadak di media sosialnya banyak yang nge-share berbagai tulisan yang tidak berbobot, picisan, dan tidak menggambarkan citra mahasiswa kampus perjuangan yang identik dengan pemikir keras, agen perubahan, dan hobi turun ke jalan...depan Margo City cari diskonan alibinya belanja bulanan. Jadi begini. Sebulan belakangan, gue sedang mencoba melebarkan jangkauan pembaca gue ke tahapan yang lebih luas yakni civitas kampus gue sendiri melalui… AnakUI.com.

Desember kemarin, ceritanya gue mencoba melamar jadi pengisi konten di situs citizen journalism tersebut. Berbekal tulisan perdana mengenai ulasan makanan di Kantek, gue pun diterima bersama dengan temen-temen lainnya sebagai kontributor tetap di sana. Mungkin Bang Ilman sang founder sedang hilap.
Ya, mungkin beliau sedang hilap.
(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)

Photo

28/02/2015

di 13:42


Label:

Olla Ramalan 2015
Diposkan oleh rizkidwika

Penerawangan ini adalah prediksi serius.
Nggak usah ketawa, karena nggak ada yang ngajak kamu becanda. 
Selamat hari ke 11 di 2015, good people! Gimana resolusi dietnya?
Apa? Kebablasan?
Duh Gusti, sing sabar yha!

Sebelumnya, izinkan gue curhat dulu sebentar. Oke, sesungguhnya gue masih sangat antusias begitu tau tulisan gue mengenai Grafik IPK di AnakUI.com nembus 10.000 pembaca dalam waktu 24 jam kurang, bahkan hingga hari ini udah ada setidaknya 19.500 orang yang tersesat dan tak tahu arah jalan pulang setelah membuka postingan laknat tersebut. Ibaratnya tuh semacam Tia AFI saat dibacakan pengumuman hasil malam grand final sama Adi Nugroho. Yha, langsung kepengin menari Menuju Puncak rasa-rasanya.

Oke, tak perlu banyak cingcong lagi, sama seperti pada tahun sebelumnya –sekaligus menyambut kelahiran anak pertama Olla Ramlan yang tinggal menghitung hari, mengawali 2015, gue bakal kembali membuat penerawangan nasib buat setahun ke depan yang gue dapatkan dari sebuah wangsit di siang bolong begitu menonton talkshow baru yang dibawakan oleh Duo Pedang idaman janda-janda Indonesia masa kini berdasarkan dua belas zodiak yang telah disepakati, yang terangkum dalam Olla Ramalan 2015.
Here we go again!!!






(Klik pada Judul Buat Kepo Lebih Lanjut!)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Photo

11/01/2015

di 11:15


@rizkidwika

fatwa halal

fatwa halal

Universitas Indonesia


jama'ah